Kamis, 16 Oktober 2025

Tugas Mandiri 04 (E03)

 

Hendra Agus Setiawan

43125010165



Refleksi Observasi: Integrasi Nasional di Lingkungan Kampus dan Masyarakat




Pendahuluan



Observasi ini dilakukan di lingkungan kampus dan area tempat tinggal di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta, selama dua minggu. Lokasi ini dipilih karena memiliki keragaman latar belakang sosial, budaya, dan agama yang cukup tinggi, terdiri dari mahasiswa rantau, warga lokal, serta pendatang dari berbagai daerah. Tujuan observasi ini adalah untuk memahami bagaimana interaksi sosial yang beragam dapat mendukung atau menghambat integrasi nasional, yaitu proses penyatuan berbagai unsur masyarakat menjadi satu kesatuan bangsa yang harmonis.





Temuan Observasi



Selama observasi, penulis menemukan beberapa contoh positif yang menunjukkan adanya semangat kebersamaan dan toleransi antarwarga. Misalnya, kegiatan kerja bakti mingguan di lingkungan kampus dan warga perumahan, di mana mahasiswa dan warga sekitar bekerja sama membersihkan jalan dan taman tanpa memandang asal daerah atau status sosial. Selain itu, pada saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, panitia masjid melibatkan mahasiswa non-muslim untuk membantu di bagian konsumsi dan keamanan, yang menunjukkan sikap saling menghargai dalam perbedaan keyakinan.


Di sisi lain, dalam ruang digital seperti grup WhatsApp warga, sempat muncul perbedaan pendapat mengenai penggunaan speaker masjid saat malam hari. Sebagian warga merasa terganggu, sementara yang lain menganggapnya bagian dari tradisi. Namun, ketegangan ini akhirnya dapat diselesaikan melalui diskusi langsung antara pengurus RT dan warga, sehingga kesepakatan bersama dapat dicapai tanpa menimbulkan konflik berkepanjangan.


Selain itu, penggunaan simbol-simbol kebangsaan juga terlihat dalam kegiatan kampus, seperti upacara bendera setiap Senin, penggunaan batik pada hari tertentu, serta pemasangan bendera merah putih di lingkungan perumahan. Hal-hal sederhana ini menumbuhkan rasa bangga terhadap identitas nasional dan memperkuat rasa memiliki sebagai bagian dari bangsa Indonesia.





Analisis



Berdasarkan teori integrasi nasional, keberagaman masyarakat Indonesia dapat menjadi sumber kekuatan apabila dikelola dengan baik melalui komunikasi dan nilai kebersamaan. Temuan observasi menunjukkan bahwa kegiatan kolektif seperti kerja bakti dan gotong royong berperan penting dalam membangun solidaritas sosial. Praktik semacam ini mencerminkan penerapan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke-3, “Persatuan Indonesia.”


Sementara itu, perbedaan pendapat di grup warga mencerminkan tantangan dalam menjaga integrasi, terutama di era digital. Potensi konflik seperti ini biasanya berakar pada kurangnya komunikasi dan empati sosial, bukan semata karena perbedaan agama atau budaya. Ketika dialog dilakukan secara terbuka dan saling menghormati, maka perbedaan justru menjadi sarana pembelajaran dan memperkuat rasa saling pengertian antarwarga.


Dengan demikian, praktik positif seperti gotong royong dan musyawarah terbukti menjadi sarana efektif menjaga integrasi nasional di tingkat mikro. Nilai-nilai lokal yang dikombinasikan dengan semangat kebangsaan dapat menjadi perekat yang kuat dalam kehidupan bermasyarakat.





Refleksi Diri dan Pembelajaran



Dari observasi ini, penulis menyadari bahwa menjaga persatuan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi dimulai dari perilaku sederhana setiap individu. Penulis belajar untuk lebih peka terhadap perbedaan di lingkungan sekitar dan pentingnya membangun komunikasi yang terbuka dalam menghadapi perbedaan pandangan.


Sebagai generasi muda, penulis merasa memiliki peran strategis dalam memperkuat persatuan dengan cara menjadi jembatan komunikasi antar kelompok, menolak ujaran kebencian, serta aktif menginisiasi kegiatan sosial lintas agama dan budaya. Melalui keterlibatan aktif, generasi muda dapat menjadi contoh nyata penerapan nilai-nilai integrasi nasional di lingkungan masing-masing.





Kesimpulan dan Rekomendasi



Observasi ini menunjukkan bahwa semangat gotong royong, toleransi, dan komunikasi terbuka merupakan kunci utama dalam menjaga integrasi nasional di masyarakat majemuk. Tantangan seperti perbedaan pendapat atau potensi konflik dapat diatasi jika warga mengedepankan musyawarah dan saling menghargai.

Sebagai rekomendasi, perlu ditingkatkan forum diskusi lintas generasi dan kegiatan sosial bersama antara warga dan mahasiswa, serta edukasi digital tentang etika bermedia sosial agar perbedaan tidak menimbulkan perpecahan, melainkan menjadi kekuatan untuk memperkuat persatuan bangsa.


Tugas Mandiri 03 (E03)

 

Nama  : Hendra agus setiawan

Nim : 43125010165


Wawancara: Pandangan terhadap Identitas Nasional




Pendahuluan



Wawancara ini dilakukan oleh penulis dengan narasumber bernama Bapak Ahmad Fauzi, S.Pd., seorang guru Pendidikan Kewarganegaraan di salah satu sekolah menengah atas di kota Yogyakarta. Narasumber dipilih karena memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar yang erat kaitannya dengan pemahaman nilai-nilai kebangsaan dan identitas nasional. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk memperoleh pandangan yang mendalam tentang makna, tantangan, serta peran generasi muda dalam menjaga identitas nasional di era globalisasi.



Isi



Dalam wawancara, Bapak Ahmad Fauzi menjelaskan bahwa identitas nasional merupakan “ciri khas yang membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain, mencakup nilai-nilai Pancasila, bahasa, budaya, sejarah perjuangan, serta rasa persatuan dan kesatuan yang tumbuh dari semangat kebangsaan.” Menurutnya, identitas nasional bukan hanya simbol seperti bendera atau lagu kebangsaan, tetapi juga mencerminkan cara berpikir, bersikap, dan berperilaku masyarakat Indonesia yang berlandaskan nilai moral dan gotong royong.


Ketika ditanya mengenai bagaimana identitas nasional tercermin dalam kehidupan sehari-hari, 

beliau mencontohkan perilaku toleransi antarumat beragama, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta penghargaan terhadap keragaman budaya sebagai wujud nyata dari penerapan nilai-nilai identitas nasional. Ia juga menekankan pentingnya menjaga sopan santun, etika sosial, serta semangat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat sebagai cerminan kepribadian bangsa.


Terkait tantangan terbesar dalam menjaga identitas nasional

menilai bahwa arus globalisasi dan kemajuan teknologi menjadi faktor yang paling berpengaruh. Banyak generasi muda yang lebih mengenal budaya luar dibandingkan budaya sendiri, sehingga dapat mengikis rasa cinta tanah air jika tidak diimbangi dengan pendidikan karakter dan wawasan kebangsaan yang kuat. Ia menambahkan bahwa media sosial sering kali menjadi arena penyebaran paham radikal, ujaran kebencian, dan disinformasi yang dapat memecah persatuan bangsa.


Dalam pandangannya, generasi muda memiliki peran sentral dalam memperkuat identitas nasional.

 Mereka adalah agen perubahan yang dapat memanfaatkan teknologi untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia, menjaga toleransi, serta menanamkan rasa bangga terhadap produk dan karya anak bangsa. Pendidikan dan keteladanan dari lingkungan keluarga dan sekolah menjadi kunci utama dalam menumbuhkan kesadaran nasionalisme di kalangan muda.



Penutup



Dari hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa menurut Bapak Ahmad Fauzi, identitas nasional merupakan fondasi penting dalam menjaga keutuhan bangsa di tengah tantangan globalisasi. Ia menegaskan bahwa penguatan karakter dan nilai kebangsaan perlu terus dilakukan melalui pendidikan, keteladanan, dan partisipasi aktif generasi muda.

Sebagai mahasiswa, penulis merefleksikan bahwa menjaga identitas nasional tidak hanya sebatas mengenal simbol negara, tetapi juga mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata. Generasi muda harus mampu menjadi teladan dalam bertindak, berpikir kritis, dan berkontribusi positif bagi kemajuan bangsa Indonesia.


Tugas Struktur 02 (E03) Hendra agus setiawan

Tugas Struktur 02

Nama : Hendra Agus Setiawan

Nim : 43125010165



Pendahuluan




Latar Belakang



Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) merupakan landasan konstitusional yang mengatur seluruh sistem ketatanegaraan Indonesia, termasuk sistem pemerintahannya. UUD 1945 menetapkan prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan yang bersumber dari kedaulatan rakyat, supremasi hukum, serta pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Prinsip-prinsip ini menjadi acuan dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis, berkeadilan, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.


Kajian terhadap pasal-pasal dalam UUD 1945, seperti Pasal 1 ayat (2) dan (3) yang menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan bahwa Indonesia adalah negara hukum, menjadi penting untuk memahami arah sistem pemerintahan Indonesia. Begitu pula dengan Pasal 4 yang mengatur kedudukan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Pasal 5–20 yang menjelaskan fungsi dan peran legislatif, serta Pasal 24 yang menegaskan kemandirian kekuasaan kehakiman. Selain itu, Pasal 27–34 menegaskan hak dan kewajiban warga negara yang menjadi dasar bagi terciptanya partisipasi rakyat dalam sistem pemerintahan.


Melalui kajian teoritis dan praktis terhadap UUD 1945 serta literatur ketatanegaraan, diharapkan dapat dipahami bagaimana sistem pemerintahan Indonesia dijalankan dalam praktiknya dan sejauh mana prinsip-prinsip konstitusional tersebut diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Tujuan Kajian



  1. Mengidentifikasi prinsip-prinsip sistem pemerintahan Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
  2. Menganalisis pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia secara teoritis dan praktis berdasarkan kajian literatur.
  3. Menilai keterkaitan antara ketentuan konstitusional dengan praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
  4. Memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai keseimbangan kekuasaan antar lembaga negara dalam sistem pemerintahan Indonesia.


Pembahasan




1. Prinsip-Prinsip Sistem Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945



Sistem pemerintahan Indonesia berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar yang tercantum dalam UUD 1945. Prinsip-prinsip tersebut mencerminkan semangat demokrasi, supremasi hukum, serta pembagian kekuasaan yang seimbang antar lembaga negara.



a. Kedaulatan Rakyat dan Negara Hukum (Pasal 1 ayat 2 dan 3)



Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat merupakan sumber kekuasaan tertinggi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Pelaksanaan kedaulatan rakyat diwujudkan melalui pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil sebagai sarana demokrasi konstitusional.


Pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”, yang berarti segala tindakan pemerintahan harus didasarkan pada hukum, bukan kekuasaan semata (rule of law, not rule by power). Dengan demikian, seluruh penyelenggaraan negara wajib tunduk pada hukum yang berlaku.



b. Kekuasaan Eksekutif (Pasal 4 UUD 1945)



Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Presiden berperan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Dalam praktiknya, Presiden dibantu oleh Wakil Presiden dan para menteri yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Pasal 17). Sistem ini menunjukkan bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, di mana kekuasaan eksekutif tidak bergantung pada lembaga legislatif, namun tetap diawasi olehnya.



c. Kekuasaan Legislatif (Pasal 5–20 UUD 1945)



Pasal-pasal ini mengatur fungsi dan peran legislatif, terutama DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). DPR memiliki kekuasaan membentuk undang-undang bersama Presiden serta menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.

Dalam praktiknya, keseimbangan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif terus dikembangkan agar tercipta check and balances, yakni sistem saling mengawasi dan mengimbangi antara lembaga negara.



d. Kekuasaan Kehakiman (Pasal 24 UUD 1945)



Pasal 24 menyebutkan bahwa “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.

Kekuasaan ini dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan di bawahnya, serta Mahkamah Konstitusi (MK). Kemandirian kekuasaan kehakiman menjadi prinsip penting agar hukum dapat ditegakkan secara adil tanpa campur tangan eksekutif maupun legislatif.



e. Hak dan Kewajiban Warga Negara (Pasal 27–34 UUD 1945)



Pasal-pasal ini menegaskan bahwa seluruh warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum (Pasal 27 ayat 1), hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2), serta hak atas pendidikan, kesejahteraan sosial, dan perlindungan negara (Pasal 31–34).

Hal ini menandakan bahwa sistem pemerintahan Indonesia tidak hanya berorientasi pada pembagian kekuasaan, tetapi juga pada pemenuhan hak-hak rakyat sebagai bagian dari pelaksanaan kedaulatan rakyat



3. Kesimpulan Sementara



Sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 menganut prinsip kedaulatan rakyat, negara hukum, serta pemisahan kekuasaan yang seimbang antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Secara teoritis, sistem ini dirancang agar demokratis dan menjamin hak-hak warga negara. Namun dalam praktiknya, pelaksanaan sistem tersebut masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan penegakan hukum yang konsisten.

.